Your IP is....




Most of my post in this blog are reposting, so please...
Protected by Copyscape Online Plagiarism Tool
Do not copy again...

Friday, June 27, 2014

Analisis Laporan Keuangan PT Aneka Tambang Tbk

AKUNTANSI INTERNASIONAL


Analisis Laporan Keuangan PT Aneka Tambang Tbk

Kelompok: INDONESIA

1. Fernando Saroinsong (22210747)
2.Irfan (23210595)
3.Kiki Herdiyawan (23210898)
4.Oktavianus Marco L (25210241)
5.Yopi Supriyanto (28210683)

4EB02



Aneka Tambang didirikan pada tahun 1968 melalui penggabungan beberapa perusahaan pertambangan. Aneka Tambang merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan produk  utama nikel, emas, perak, dan bauksit. Antam memiliki unit eksplorasi serta unit pemurnian dan pengolahan logam mulia untuk melayani pihak ketiga. Pada tahun 2008, seiring dengan upaya diversifikasi produk, Antam memulai kegiatan eksplorasi batubara untuk mendukung rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) guna menekan biaya produksi feronikel. Di masa depan, tidak tertutup kemungkinan bagi Antam untuk menjual komoditas batubara kepada pihak ketiga untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.Dengan pengalaman lebih dari empat dekade, kegiatan operasi dan cadangan deposit mineral Antam tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Deposit nikel terbesar berada di Maluku Utara, sementara deposit emas dan bauksit terbesar di Jawa Barat dan Kalimantan Barat. Aktivitas Antam terintegrasi secara vertikal, mulai dari kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, hingga pemasaran. Antam memiliki keunggulan dalam hal jumlah cadangan dan sumber daya mineral yang besar dan berkualitas tinggi, terutama untuk komoditas nikel dan bauksit.Pada tahun 1997, Antam mencatatkan 35% sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (kedua bursa kemudian dimerjer menjadi Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008). Pada tahun 1999, Antam mencatatkan sahamnya dengan status Foreign Exempt Listingdalam bentuk Chess Depository Interests di Bursa Efek Australia (Australian Securities Exchange, ASX) dan pada tahun 2002, status pencatatan di ASX ditingkatkan menjadi ASX Listing yang memiliki peraturan lebih ketat.


Antam memiliki empat unit bisnis, selain Unit Geomin (unit khusus yang menangani kegiatan eksplorasi) dan Kantor Pusat di Jakarta. Keempat unit bisnis tersebut adalah Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel yang beroperasi di Pomalaa, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, UBP Emas di Pongkor, Jawa Barat, Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian (UBPP) Logam Mulia di Jakarta, dan UBP Bauksit di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.


1 Rasio Keuangan (Financial Ratio) PT. ANTAM Tbk.
Pada analisis rasio keuangan, yang dipakai pada bagian ini terbagi atas tiga bagian analisis yaitu analisis likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. Dimana tiap bagian akan diuraikan sebagai berikut :

            1.1 Analisis Likuiditas
                        1. Current Ratio (CR) Tahun 2009-2012
Current Ratio PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui  dibawah ini :

 Current Ratio  PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Aktiva Lancar / Hutang Lancar
Ratio
2009
5.313.146.234 / 747.531.096
710,75%
2010
7.593.630.426 / 1.989.071.312
381,76%
2011
9.108.019.774 / 846.446.529
1076,03%
2012
7.646.851.196 / 3.041.406.158
251,42%

Pada tahun 2009, nilai current rationya mencapai diatas 100%, hal ini diartikan perusahaan berada pada posisi likuid, karena setiap Rp 1.00 hutang lancer dijamin oleh aktiva lancer Rp 7,1075. Lalu pada tahun 2010 posisi current rationya mengalami penurunan namun perusahaan masih berapa pada posisi likuid, karena setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin oleh aktiva lancer sebesar Rp. 3,8176. Pada tahun 2011 current rasio perusahaan kembali naik posisi perusahan tetap likuid, karena setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin oleh aktiva sebesar Rp 10,7603 . Ditahun 2012 kembali kembali mengalami penurunan dan posisi perusahan tetap berada di posisi likuid karena setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin oleh aktiva lancer sebesar Rp 2,5142
Dilihat dari nilai Current Ratio PT. Antam Tbk  dari tahun 2009-2012 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Dan dapat disimpulkan perusahaan selama 4 tahun berada dalam posisi likuid, karena nilai penjamin hutang oleh aktiva masih dibawah 100%.

            2. Cash Ratio (CR) Tahun 2009-2012
Cash Ratio  PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui tabel  dibawah ini :
 Cash Ratio PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Kas / Hutang Lancar
Ratio
2009
2.773.582.727 / 747.531.096
371,03%
2010
4.308.242.737 / 1.989.071.312
216,59%
2011
5.639.678.574 / 846.446.529
666,27%
2012
3.868.574.769 / 3.041.406.158
127,19%

Pada tahun 2009, nilai cash ratio mencapai diatas 100%, hal ini diartikan perusahaan berapa pada posisi likuid, karena setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin oleh kas sebesar  Rp3,7103. Lalu pada tahun 2010 nilai cash ratio mengalami penurunan, tetapi perusahaan masih berada dalam posisi likuid, karena setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin oleh kas sebesar Rp 2,1659. Dan pada tahun 2011 nilai cash ratio mengalami kenaikan dari tahun 2010, dan tetap  perusahaan berada pada posisi likuid, karena setiap Rp 1,00 hutang lancar dijamin oleh kas Rp 6,6627. Penurunan kembali terjadi di tahun 2012 namun  perusahan tetap berada diposisi likuid, karena Rp 1,00 hutang lancar dijamin oleh kas Rp 1,2719.
Dilihat dari nilai Cash Ratio PT. Antam Tbk  dari tahun 2009-2012 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Dan dapat disimpulkan perusahaan selama 4 tahun berada dalam posisi likuid, karena nilai penjamin hutang oleh aktiva masih dibawah 100%.

3.Quick Ratio Tahun 2009-2012
Quick Ratio PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui  dibawah ini :
 Quick Ratio PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Aktiva Lancar - Persediaan / Hutang Lancar
Ratio
2009
5.313.146.234 - 1.170.505.411 /  747.531.096
554.17%
2010
7.593.630.426 - 1.229.283.112 / 1.989.071.312
319.96%
2011
9.108.019.774 - 1.687.897.283 / 846.446.529
876.62%
2012
7.646.851.196 - 1.449.967.933 / 3.041.406.158
203.75%

Pada tahun 2009, nilai Quick Ratio mencapai diatas 100%, hal ini diartikan perusahaan berapa pada posisi likuid, karena setiap Rp 1,00 hutang lancar dijamin oleh aktiva lancer dikurangi persediaan sebesar  Rp5,5417. Lalu pada tahun 2010 nilai Quick Ratio mengalami penurunan, tetapi perusahaan masih berada dalam posisi likuid, karena setiap Rp 1,00 hutang lancer dijamin oleh aktiva lancer dikurangi persediaan sebesar Rp 3,1996. Dan pada tahun 2011 nilai Quick Ratio mengalami kenaikan dari tahun 2010, dan tetap  perusahaan berada pada posisi likuid, karena setiap Rp 1,00 hutang lancar dijamin oleh aktiva lancer dikurangi persediaan Rp 8,7662. Penurunan kembali terjadi di tahun 2012 namun  perusahan tetap berada diposisi likuid, karena Rp 1,00 hutang lancar dijamin oleh aktiva lancer dikurangi persediaan Rp 2,0375.
Dilihat dari nilai Quick Ratio PT. Antam Tbk  dari tahun 2009-2012 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Dan dapat disimpulkan perusahaan selama 4 tahun berada dalam posisi likuid, karena nilai penjamin hutang oleh aktiva masih dibawah 100%.

            1.2  Analisis Solvabilitas
                        1. Debt to Assets Ratio Tahun 2009-2012
Debt to Assets Ratio PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui  dibawah ini :
 Debt to Assets Ratio PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Total Hutang / Total Aktiva
Ratio
2009
1.748.127.625 / 9.939.996.438
17.58%
2010
2.709.896.801 / 12.310.732.099
22.01%
2011
4.429.191.527 / 15.201.235.077
29.13%
2012
6.876.224.890 / 19.708.540.946
34.88%

Pada tahun 2009 nilai Debt to Assets Ratio 17,58% ini berarti setiap Rp 1,00 aktiva menjamin hutang sebesar Rp 17,58. Pada tahun 2010 nilai Debt to Assets Ratio naik menjadi 22,01% , ini berarti bahwa setiap Rp 1.00 aktiva menjamin hutang sebesar Rp 22,01. Hal ini disebabkan oleh kenaikan jumlah aktiva sebesar Rp 2.370.735.661. Tahun 2011 Debt to Assets Ratio  mengalami peningkatan menjadi 29,13% ini disebabkan adanya peningkatan pada jumlah aktiva dari Rp12.310.732.099 menjadi  15.201.235.077. Ditahun 2012 nilai Debt to Assets Ratio kembali mengalami kenaikan menjadi 29,13% ini disebabkan adanya peningkatan pada jumlah aktiva yang naik sebesar Rp 4.507.305.869 .
Dilihat dari nilai Debt to Assets Ratio PT. Antam Tbk  dari tahun 2009-2012 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dan terlihat bahwa perusahaan mengalami solvable, karena nilai penjamin hutang oleh aktiva masih dibawah 100%.

                        2. Debt to Equity Ratio  Tahun 2009-2012
Debt to Equity Ratio PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui dibawah ini :
 Debt to Equity Ratio PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Total Hutang / Modal
Ratio
2009
1.748.127.625 / 8.148.939.490
21.45%
2010
2.709.896.801 / 9.580.098.225
28.28%
2011
 4.429.191.527 / 10.772.043.550
41.11%
2012
 6.876.224.890 / 12.832.316.056
53.58%

Pada tahun 2009 nilai Debt to Equity Ratio sebesar 21,45% ini dapat diartikan bahwa setiap Rp 1.00 modal menjamin atas hutang sebesar Rp 21,45. Tahun 2010 Debt to Equity Ratio naik menjadi 28,28% ini berarti bahwa setiap Rp 1.00 modal menjamin atas hutag sebesar Rp 28.28. Kenaikan Debt to Equity Ratio ini disebabkan oleh kenaikan modal sebesar Rp 1.431.158.735 . Tahun 2011 terjadi kenaikan Debt to Equity Ratio sebesar 12,83% menjadi 41,11%. Ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 modal dapat menjamin atas hutang sebesar Rp 41,11. Ditahun 2012 nilai Debt to Equity Ratio kembali mengalami peningkatan sebesar 12,47%. Ini berarti bahaw setiap Rp 1.00 modal menjamin atas hutang sebesar Rp 53,58. Kenaikan Debt to Equity Ratio terjadi karena adanya peningkatan kembali pada jumlah modal sebesar Rp 2.060.272.506.
Dilihat dari nilai Debt to Equity Ratio  PT. ANTAM Tbk selama 4 tahun, perusahan mengalami peningkatan nilai Debt to Equity Ratio setiap tahunnya. Dan perusahaan berada pada keadaan solvable, karena nilai penjamin masih berada dibawah 100%.

3. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER) Tahun 2009-2012
            Long Term Debt to Equity Ratio PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui  dibawah ini :
 Long Term Debt to Equity Ratio PT. ANTAM  Tbk
Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Utang Jangka Panjang / Modal
Ratio
2009
1.000.596.323 / 8.148.939.490
12.27%
2010
720.825.489 / 9.580.098.225
7.52%
2011
3.582.744.998 / 10.772.043.550
33.25%
2012
3.834.818.732 / 12.832.316.056
29.88%

Pada tahun 2009 nilai Long Term Debt to Equity Ratio sebesar 12,27% ini dapat diartikan bahwa setiap Rp 1.00 modal menjamin atas hutang jangka panjang sebesar Rp 12,27. Tahun 2010Long Term Debt to Equity Ratio turun menjadi 7,52% ini berarti bahwa setiap Rp 1.00 modal menjamin atas hutang jangka panjang sebesar Rp 7.52. Kenaikan Debt to Equity Ratio ini disebabkan oleh kenaikan modal sebesar Rp 1.431.158.735 . Tahun 2011 terjadi kenaikan Long Term Debt to Equity Ratio sebesar 25,73% menjadi 33,25%. Ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 modal dapat menjamin atas hutang jangka panjang sebesar Rp 33,25. Ditahun 2012 nilai Long Term Debt to Equity Ratio mengalami penurunan sebesar 3,37%. Ini berarti bahaw setiap Rp 1.00 modal menjamin atas hutang jangka panjang sebesar Rp 29,88.
Dilihat dari nilai Long Term Debt to Equity Ratio PT. ANTAM Tbk selama 4 tahun, perusahan mengalami fluktuasi nilai Long Term Debt to Equity Ratio setiap tahunnya. Dan perusahaan berada pada keadaan solvable, karena nilai penjamin masih berada dibawah 100%.

1.3 Analisis Rentabilitas
            1. Return On Equity (ROE) Tahun 2009-2012
Return On Equity PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui tabel  dibawah ini :
 Return On Equity PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Laba Bersih / Modal
Ratio
2009
604.307.088 / 8.148.939.490
7.41%
2010
1.683.399.992 / 9.580.098.225
17.57%
2011
1.924.739.414 / 10.772.043.550
17.86%
2012
2.989.024.589 / 12.832.316.056
23.29%

Pada Tahun 2009 besarnya nilai ROE adalah 7,41% ini dapat diartikan bahwa setiap Rp 1,00 modal menghasilkan laba bersih Rp 7,41. Pada tahun 2010 nilai ROE mengalami kenaikan sebesar 10,16% menjadi 17,57% yang artinya setiap Rp 1,00 modal menghasilkan laba bersih sebesar Rp 17,57. Dan ditahun 2011 kembali mengalami kenaikan dengan nilai ROE 17,86% yang artinya setiap Rp 1,00 modal dapat menghasilkan laba bersih sebesar Rp 17,86. Tahun 2012 nilai ROE kembali mengalami peningkatan, kali ini nilai ROE perusahaan sebesar 23,29% ini dapat diartikan bahwa setiap Rp 1,00 modal dapat menghasilkan laba bersih sebesar Rp 23,29.
Dilihat dari nilai ROE PT. Antam Tbk pada tahun 2009-2012 maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan mengalami peningkatan dalam memperoleh laba bersih setiap tahunnya.

            2.Profit Margin (PM) Tahun 2009-2012
Profit Margin PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui tabel  dibawah ini :
 Profit Margin PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Laba bersih / Penjualan Bersih
Ratio
2009
604.307.088 / 8.711.307.255
6.93%
2010
1.683.399.992 / 8.744.300.219
19.25%
2011
1.924.739.414 / 10.346.433.404
18.60%
2012
2.989.024.589 / 10.449.885.512
28.60%

Pada tahun 2009 nilai Profit Margin sebesar 6,93% ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 penjualan bersih menghasilkan laba bersih sebesar Rp 6,93. Pada tahun 2010 nilai Profit Marginmengalami kenaikan sebesar 12,32% menjadi 19,25% yang berarti setiap Rp 1,00 penjualan bersih menghasilkan laba bersih Rp 19,25. Pada tahun 2011 nilai Profit Margin mengalami penurunan menjadi 18,60% yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 penjualan bersih menghasilkan laba bersih Rp 18,60. Ditahun 2012 nilai Profit Margin kembali mengalami peningkatan menjadi 28,60% ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 penjualan bersih menghasilkan laba bersih sebesar Rp 28,60.
Dilihat dari nilai Profit Margin  tahun 2009-2012 maka dapat terlihat bahwa penghasilan laba perusahaan mengalami fluktuasi, Karena itu penghasilan profit perusahaan tidak menentu.

3. Return on Investment (ROI) Tahun 2009-2012
Return on Investment PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui tabel  dibawah ini :
Return on Investment PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Laba Setelah Bunga dan Pajak / Total Aktiva
Ratio
2009
595.230.900 / 9.939.996.438
5.98%
2010
1.674.924.411 / 12.310.732.099
13.60%
2011
1.927.891.998 / 15.201.235.077
12.68%
2012
2.993.115.731 / 19.708.540.946
15.18%

Pada tahun 2009 nilai Return on Investment sebesar 5,98% ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 total aktiva menghasilkan laba sebesar Rp 5,98. Pada tahun 2010 nilai Return on Investmentmengalami kenaikan sebesar 7,62% menjadi 13,60% yang berarti setiap Rp 1,00 total aktiva menghasilkan laba Rp 13,60. Pada tahun 2011 nilai Return on Investment mengalami penurunan menjadi 12,68% yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 total aktiva menghasilkan laba  Rp 12,68. Ditahun 2012 nilai Return on Investment kembali mengalami peningkatan menjadi 15,18% ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 total aktiva menghasilkan laba  sebesar Rp 15,18.
Dilihat dari nilai Return on Investment tahun 2009-2012 maka dapat terlihat bahwa penghasilan laba perusahaan mengalami fluktuasi, Karena itu penghasilan profit perusahaan tidak menentu.







1.4 Analisis Aktivitas
1. Inventory Turnover Tahun 2009-2012
Inventory Turnover PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui tabel  dibawah ini :
Inventory Turnover PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Harga Pokok Penjualan / Persediaan
Ratio
2009
7.513.371.858 / 1.170.505.411
6.41
2010
5.807.220.162 / 1.229.283.112
4.72
2011
7.318.735.238 / 1.687.897.283
4.33
2012
8.427.157.554 / 1.449.967.933
5.81

Pada tahun 2009, Perputaran Persediaan perusahaan mancapai titik 6,41 kali. Hal ini menunjukkan bahwa dalam setahun perusahaan melakukan pengisian ulang persediaan sebanyak 6,41 kali atau pengisian ulang dilakukan setiap 57 hari. Pada tahun 2010 perputaran persediaan perusahaan mengalami penurunan dititik 4,72 kali. 4,72 ini menunjukkan bahwa dalam setahun Perusahaan melakukan 4,72 kali pengisian ulang persediaan. Atau dengan kata lain persediaan yang dimiliki perusahaan dapat bertahan selama 77 hari. Dan harus dilakukan pengisian ulang persediaan setelahnya. Pada tahun 2011, Perputaran Persediaan PT. Aneka Tambang kembali mengalami penurunan dari titik 4,72 kali pada tahun 2010 menjadi 4,33 kali pada tahun 2011. Angka 4,33 ini menunjukkan bahwa dalam setahun perusahaan melakukan 4,33 kali pengisian persediaan. Persediaan yang dimiliki perusahaan pada tahun 2011 dapat bertahan selama 84 hari. Bertambahnya lama waktu perputaran persediaan pada tahun 2011 disebabkan oleh ada nya beberapa hal yang tidak sesuai target dari tim kerja pengelolaan rantai pasokan. Pada tahun 2012, Perputaran Persediaan PT. Aneka Tambang mengalami peningkatan dari titik 4,33 kali pada tahun 2011 menjadi 5,81 kali pada tahun 2012. Angka 5,81 ini menunjukkan bahwa dalam setahun perusahaan melakukan 5,81 kali pengisian persediaan. Persediaan yang dimiliki perusahaan pada tahun 2012 dapat bertahan selama 63 hari.
Dilihat dari nilai Inventory Turnover tahun 2009-2012 maka dapat terlihat bahwa perputaran persediaan perusahaan mengalami fluktuasi,

2. Fixed Asset Turnover Tahun 2009-2012
Fixed Asset Turnover PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui tabel dibawah ini :
 Fixed Asset Turnover PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Penjualan Bersih / Aktiva Lancar
Ratio
2009
8.711.370.255 / 5.313.146.234
1.639
2010
8.744.300.219 / 7.593.630.426
1.151
2011
10.346.433.404 / 9.108.019.774
1.135
2012
10.449.885.512 / 7.646.851.196
1.366

Rasio Perputaran Aktiva Tetap menunjukkan kemampuan aktiva tetap untuk menghasilkan penjualan, menunjukkan aktiva yang ditunjukkan oleh jumlah hasil penjualan per Rp1 aktiva tetap. Pada tahun 2009, PT. ANTAM ,Tbk memiliki total penjualan sebesar Rp8.711.370.255 dengan jumlah aktiva tetap sebesar Rp5.313.146.234 Sehingga rasio perputaran aktiva tetap pada tahun 2009 adalah 1,639. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp1 aktiva tetap dapat menghasilkan penjualan sebanyak Rp1, 639 atau dengan kata lain penjualan yang terjadi sebesar 1,639 kali total aktiva tetap. Di tahun 2010 rasio perputaran aktiva tetap mengalami penurunan menjadi 1,151 . Sehingga setiap Rp1 aktiva tetap dapat menghasilkan penjualan sebanyak Rp1,151 atau dengan kata lain penjualan yang terjadi pada tahun 2010 adalah sebanyak 1,151 kali dari total aktiva tetap. Pada tahun 2011 perputaran aktiva tetap kembali mengalami penurunan menjadi 1,135. Yang berarti setiap Rp 1 aktiva tetap dapat menghasilkan penjualan sebanyak Rp 1,135 atau penjualan yang tejadi pada tahun 2011 adalah sebanyak 1,135 kali dari total aktiva tetap. Di tahun 2012 Rasio perputaran aktiva tetap mengalami peningkatan menjadi 1.366 . Yang berarti setiap Rp 1 aktiva tetap dapat menghasilkan penjualan sebanyak Rp 1,366 atau penjualan yang terjadi pada tahun 2012 adalah sebanyak 1,366 kali dari total aktiva tetap.
Dilihat dari nilai Fixed Asset Turnover tahun 2009-2012 maka dapat terlihat bahwa perputaran aktiva tetap mengalami fluktuasi,

3. Total Asset Turnover Tahun 2009-2012
Total Asset Turnover PT. ANTAM  Tbk antara Tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 ditunjukkan melalui  dibawah ini :
 Total Asset Turnover PT. ANTAM  Tbk Tahun 2009 – 2012
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun
Penjualan Bersih / Total Aktiva
Ratio
2009
8.711.370.255 / 9.939.996.438
0.87
2010
8.744.300.219 / 12.310.732.099
0.71
2011
10.346.433.404 / 15.201.235.077
0.68
2012
10.449.885.512 / 19.708.540.946
0.53

Total Assets Turn Over tahun 2009 sebesar 0,87% menunjukkan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva dalam satu tahun berputar 0,87 kali atau setiap rupiah aktiva menghasilkan pendapatan sebesar Rp0,87, Total Assets Turn Over tahun 2010 mengalami penurunan menjadi sebesar 0,71% menunjukkan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva dalam satu tahun berputar 0,71 kali atau setiap rupiah aktiva menghasilkan pendapatan sebesar Rp0,71,. Pada tahun 2011 Total Assets Turn Over  kembali mengalami penurunan menjadi 0,68% menunjukkan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva dalam satu tahun berputar 0,68 kali atau setiap rupiah aktiva menghasilkan pendapatan sebesar Rp0,68. Pada tahun 2012 Total Assets Turn Over  kembali mengalami penurunan menjadi 0,53% menunjukkan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva dalam satu tahun berputar 0,53 kali atau setiap rupiah aktiva menghasilkan pendapatan sebesar Rp0,53.
Dilihat dari nilai Total Assets Turn Over  tahun 2009-2012 maka dapat terlihat bahwa perputaran persediaan perusahaan mengalami penurunan. 

Standar Akuntansi Keuangan Dan Perkembangannya di Indonesia

AKUNTANSI INTERNASIONAL


Standar Akuntansi Keuangan Dan Perkembangannya di Indonesia 
Kelompok: INDONESIA

1. Fernando Saroinsong (22210747)
2.Irfan (23210595)
3.Kiki Herdiyawan (23210898)
4.Oktavianus Marco L (25210241)
5.Yopi Supriyanto (28210683)

4EB02



PENDAHULUAN
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.

Rumusan Masalah
Bagaimana perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Di indonesia Melaui IFRS
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui sejauh mana standar akuntansi Keuangan yang telah menerapkan IFRS


KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A.    Sejarah, perkembangan, dan pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia 
Berikut adalah perkembangan standar akuntansi Indonesia mulai dari awal sampai dengan saat ini yang menuju konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).

di Indonesia selama dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
sampai Thn. 1955 : Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan tentang standar keuangan.
Tahun. 1974 : Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
Tahun. 1984 : Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
Akhir Tahun 1984 : Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee)
Sejak Tahun. 1994 : IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
Tahun 2008 : diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
Tahun. 2012 : Ikut IFRS sepenuhnya?
B.     Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
Untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. 

C.    Revisi terbaru PSAK yang mengacu pada IFRS
Sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan International financial reporting standards (IFRS). 5 butir PSAK yang telah direvisi tersebut antara lain: PSAK No. 13, No. 16, No. 30 (ketiganya revisi tahun 2007, yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2008), PSAK No. 50 dan No. 55 (keduanya revisi tahun 2006 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009). 

PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994), 
PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) Akuntansi Penyusutan, 
PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu 
PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.

Kelima PSAK tersebut dalam revisi terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima PSAK tersebut. Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap; 
PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud. 

PSAK yang sedang dalam proses revisi
Ikatan Akuntan Indonesia merencanakan untuk konvergensi dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk itu Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sedang dalam proses merevisi 3 PSAK berikut (Sumber: Deloitte News Letter, 2007):
ü  PSAK 22 : Accounting for Business Combination, which is revised by reference to IFRS 3 : Business Combination;
ü  PSAK 58 : Discontinued Operations, which is revised by reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations; 
ü  PSAK 48 : Impairment of Assets, which is revised by reference to IAS 36 : Impairment of Assets
Berikut adalah program pengembangan standar akuntansi nasional oleh DSAK dalam rangka konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008):
Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK; 
Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS; 
Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki akuntabilitas publik. Pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik nasional didahulukan. 

Efek penerapan International Accounting Standard (IAS) terhadap Laporan Keuangan 
Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan efek penerapan IAS (IFRS) dalam laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain dilakukan oleh Barth, Landsman, Lang (2005), yang melakukan pengujian untuk membuktikan pengaruh Standar Akuntansi Internasional (SAI) terhadap kualitas akuntansi. Penelitian lain dilakukan oleh Marjan Petreski (2005), menguji efek adopsi SAI terhadap manajemen perusahaan dan laporan keuangan.
Hung & Subramanyan (2004) menguji efek adopsi SAI terhadap laporan keuangan perusahaan di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total kewajiban dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding standar akuntansi Jerman, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih yang didasarkan atas Standar Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi SAI juga berdampak pada rasio keuangan, antaralain rasio ROE, RAO, ATO, rasio LEV dan PM, rasio nilai buku terhadap nilai pasar ekuitas, rasio Earning to Price. 
Pricewaterhouse Coopers (2005) menyatakan bahwa perubahan standar akuntansi tersebut akan berdampak pada berbagai area antara lain: Product viability, Capital Instruments, Derivatives dan hedging, Employee benefits, fair valuations, capital allocation, leasing, segment reporting, revenue recognition, impairment reviews, deferred taxation, cash flows, disclosures, borrowing arrangements and banking covenants.

Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS sebagai standar akuntansi domestik
Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul (2002) adalah: (1) Informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, (2) Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang, (3) Mempermudah transfer informasi kepada karyawan serta mempermudah dalam melakukan training pada karyawan, (4) Meningkatkan perkembangan pasar modal domestik menuju pasar modal internasional, (5) Mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan operasional yang berguna untuk menjalankan bisnis serta mempermudah dalam pengelolaan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan pihak lain.
Pricewaterhouse Coopers (2005) dalam publikasinya “Making A change To IFRS” mengatakan: “Financial reporting that is not easily understood by global users is unlikely to bring new business or capital to a company. This is why so many are either voluntarily changing to IFRS, or being required to by their governments. Communicating in one language to global stakeholders enhances confidence in the business and improves finance-raising capabilities. It also allows multinational groups to apply common accounting across their subsidiaries, which can improve internal communications, and the quality of management reporting and group decision-making. At the same time, IFRS can ease acquisitions and divestments through greater certainty and consistency of accounting interpretation. In increasingly competitive markets, IFRS allows companies to benchmark themselves against their peers worldwide, and allows investors and others to compare the company’s performance with competitors globally. Those companies that do not make themselves comparable (or can’t, because national laws stand in the way) will be at a disadvantage and their ability to attract capital and create value going forward will be undermined”

Dalam publikasi tersebut, Pricewaterhouse Coopers sebagai perusahaan jasa professional atau kantor akuntan terbesar di dunia saat ini, menyatakan bahwa laporan keuangan dituntut untuk dapat memberikan informasi yang lebih dapat dipahami oleh pemakai global, dengan demikian dapat menarik modal ke dalam perusahaan. Hal inilah yang mendorong atau menuntut perubahan peraturan akuntansi domestik ke arah IFRS. Dengan mengadopsi IFRS berarti laporan keuangan berbicara dengan bahasa akuntansi yang sama, hal ini akan memudahkan perusahaan multinasional dalam berkomunikasi dengan cabang-cabang perusahaannya yang berada dalam negara yang berbeda, meningkatkan kualitas pelaporan manajemen dan pengambilan keputusan. Dengan mengadopsi IFRS juga berarti meningkatkan kepastian dan konsistensi dalam interpretasi akuntansi, sehingga memudahkan proses akuisisi dan divestasi. Dengan mengadopsi IFRS kinerja perusahaan dapat diperbandingkan dengan pesaing lainnya secara global, apalagi dengan semakin meningkatnya persaingan global saat ini. Akan menjadi suatu kelemahan bagi suatu perusahaan jika tidak dapat diperbandingkan secara global, yang berarti kurang mampu dalam menarik modal dan menghasilkan keuntungan di masa depan. 

Perlunya Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi, dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika ada perusahaan dari luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun laporan.
Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia.
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain mengtakan bahwa perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia yang terbaru mengadopsi IFRS ke PSAK, kronologis kejadian dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). (Terjadi pada periode 1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB. (Terjadi pada periode 1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar. (terjadi pada periode 2006-2008)

Sumber: Google.com, wikipedia,ikhwamuji.wordpress.com