Your IP is....




Most of my post in this blog are reposting, so please...
Protected by Copyscape Online Plagiarism Tool
Do not copy again...

Tuesday, March 27, 2012

Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional


Dari uraian di atas tampak bahwa hukum perdagangan internasional telah ada sejak lahirnya negara dalam arti modern. Sejak saat itu, hukum perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang cukup pesat sesuai dengan perkembangan hubungan-hubungan perdagangan.

Dilihat dari perkembangan sumber hukumnya (dalam arti materil), maka perkembangan hokum perdagangan internasional dapat dikelompokkan ke dalam 3 tahap, yakni:

1) Hukum perdagangan internasional dalam masa awal pertumbuhan.Hukum perdagangan internasional lahir pada awalnya dari praktek para pedagang. Hukum yang diciptakan oleh para pedagang ini lazim disebut pula sebagai lex mercatoria (law of merchant). Pada awal perkembangannya ini Lex Mercatoria tumbuh dari adanya 4 faktor berikut:

  • lahirnya aturan-aturan yang timbul dari kebiasaan dalam berbagai pekan raya (the law of the fairs);
  • lahirnya kebiasaan-kebiasaan dalam hukum laut;
  • lahirnya kebiasaan-kebiasaan yang timbul dari praktek penyelesaian sengketa-sengketa di bidang perdagangan; dan
  • berperannya notaris (public notary) dalam memberi pelayanan jasa-jasa hukum(dagang).

2) Hukum perdagangan internasional yang dicantumkan dalam hukum nasional
Dalam tahap perkembangan ini, negara-negara mulai sadar perlunya pengaturan hukum perdagangan internasional. Mereka lalu mencantumkan aturan-aturan perdagangan internasional dalam kitab undang-undang hukum (perdagangan internasional) mereka. Aturan aturan tersebut sedikit banyak adalah aturan-aturan yang mereka adopsi dari lex mercatoria. Misalnya saja Perancis membuat Kitab Undang-undang Hukum Dagang-nya (code de commerce) tahun 1807, Jerman menerbitkan Allgemeine Handelsgezetbuch tahun 1861, dll.

3) Lahirnya aturan-aturan hukum perdagangan internasional dan Munculnya Lembaga-lembaga Internasional yang mengurusi Perdagangan Internasional.
Dalam perkembangan ketiga ini, aturan-aturan hokum perdagangan internasional lahir sebagian besar karena dipengaruhi oleh semakin banyaknya berbagai perjanjian internasional yang ditandatangani baik secara bilateral, regional, maupun multilateral.
Secara khusus tahap ketiga ini muncul secara signifikan setelah berakhirnya Perang Dunia II. Salah satu perjanjian multilateral yang ditandangani pada masa ini adalah disepakati lahirnya GATT tahun 1947. Tahap ketiga ini disebut juga dengan tahap “internationalism”. Schmitthoff menyatakan sebagai berikut:

“We are beginning to rediscover the international character of commercial law and the circle now contemplates itself: the general trend of commercial law everywhere is to move away from the restrictions of national law to a universal, international conception of the law of international trade.”

Sejak berdiri hingga dewasa ini aturan-aturan perdagangan GATT telah berkembang dan mengalami pembangunan yang cukup penting. Bahkan dalam putaran perundingan tahun 1986-1994,
negara-negara anggota GATT telah sepakat untuk membentuk suatu badan atau lembaga internasional baru, yaitu WTO.
Perubahan dari GATT ke WTO berdampak luas terhadap bidang hukum perdagangan internasional. Alasannya, bidang pengaturan yang tercakup di dalam WTO sekarang ini adalah kompleks. Ia tidak semata-mata lagi mengatur tarif dan barang, tetapi juga mengatur jasa, hak kekayaan intelektual, penanaman modal, lingkungan, dll.
Ciri kedua dalam perkembangan tahap ketiga ini yakni munculnya organisasi internasional. Salah satu badan yang menonjol adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebetulnya peran PBB di bidang perdagangan internasional tidaklah langsung. Peran PBB di bidang ekonomi dan perdagangan ini termuat dalam pasal 1:3 Piagam PBB, yakni aturan tentang tujuan PBB yakni mencapai kerjasama internasional di dalam antara lain menyelesaikan masalah-masalah ekonomi internasional.

Saturday, March 10, 2012

Eksistensi dan Tujuan Hukum Perdagangan Internasional


Hubungan-hubungan perdagangan internasional antar Negara sudah ada sejak lama. Hubungan - hubungan ini sudah ada sejak adanya negara-negara dalam arti negara kebangsaan, yaitu bentuk – bentuk awal negara dalam arti modern. Perjuangan negara-negara ini untuk memperoleh kemandirian dan pengawasan (kontrol) terhadap ekonomi internasional telah memaksa negara-negara ini untuk mengadakan hubungan-hubungan perdagangan yang mapan dengan Negara - negara lainnya. Mereka menyadari bahwa perdagangan adalah satu-satunya cara untuk pembangunan ekonomi mereka.

Seperti telah dikemukakan di awal tulisan ini, sejak dulu dan bahkan dewasa ini semakin banyak negara sadar bahwa kebijakan menutup diri sudah jauh-jauh ditinggalkan. Pendirian ini semakin mendorong negara untuk memperluas aktivitas perdagangannya.

Cara pandang ini sedikit banyak dilatarbelakangi dan dipengaruhi oleh beberapa aliran atau teori ekonomi. Pada awal perkembangannya, terutama abad ke 15 dan 16, teori atau aliran yang mula lahir adalah teori merkantilisme. Para merkantilis berpendirian perdagangan internasional sebagai instrument kebijakan nasional. Mereka menekankan pentingnya ekspor sebesar – besarnya dan menekan impor serendah-rendahnya. Keuntungan dari selisih ekspor - impor merupakan keuntungan bagi negara (yang waktu itu diwujudkan dalam bentuk emas).

Reaksi dari aliran itu adalah teori keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh David Ricardo (1772-1823). Ricardo menekankan spesialisasi dari hasil suatu produk. Smith menganggap perdagangan internasional sebagai salah satu bagian dari keunggulan komparatif (principle of comparative advantage). Teori beliau menyatakan bahwa untuk menjadi pemain utama dalam perdagangan, faktor yang penting bukanlah ukuran, tetapi bagaimana memaksimalkan potensi.

Contoh klasik adalah Jepang. Dari segi geografis, kekayaan alam dan luas wilayah, Jepang relatif kurang beruntung. Tetapi dengan kekuatan manajemen dalam perdagangan internasionalnya, negeri ini berhasil menjadikannya sebuah negara yang paling penting di dunia dewasa ini.

Semakin luasnya aktivitas perdagangan ini yang dewasa ini dikenal dengan "liberalisasi perdagangan", sistem keuangan atau pasar internasional yang stabil untuk memberikan modal untuk melaksanakan perdagangan internasional tersebut. Karena itu, keterkaitan antara perdagangan internasional dan sistem keuangan atau moneter internasional menjadi semakin penting.

Tidak terlalu mengherankan apabila masyarakat internasional kemudian menyelenggarakan konferensi Bretton Woods guna mendirikan Bank Dunia - IMF untuk maksud ini. Berdirinya ke-2 lembaga keuangan ini semata-mata untuk menjaga agar system moneter internasional dapat terpelihara (stabil) dan juga member pinjaman jangka pendek guna menanggulangi kesulitan neraca pembayaran yang disebabkan oleh adanya defisit perdagangan ekspor-impor negara-negara. Krisis keuangan internasional pada
tahun 1970-an juga telah mempertegas pentingnya hubungan erat
ini.

Dalam upaya negara-negara ini meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka, dewasa ini mereka cenderung membentuk blok-blok perdagangan baik bilateral, regional maupun multilateral. Dalam kecenderungan ini pun peran perjanjian internasional menjadi semakin penting.

Semakin pentingnya peran perjanjian-perjanjian di bidang ekonomi atau perdagangan ini pun telah melahirkan aturan-aturan yang mengatur perdagangan internasional di bidang barang, jasa dan penamaman modal di antara negara-negara.

Tujuan hukum perdagangan internasional sebenarnya tidak berbeda dengan tujuan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade, 1947) yang termuat dalam Preambule-nya. Tujuan tersebut adalah:

  • untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek perdagangan nasional yang merugikan negara lainnya.
  • untuk meningkatkan volume perdaganan dunia dengan menciptakan perdagangan yang menarik dan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi semua negara;
  • meningkatkan standar hidup umat manusia; dan
  • meningkatkan lapangan tenaga kerja.

Tujuan lainnya yang juga relevan adalah:

  • untuk mengembangkan sistem perdagangan multilateral, bukan sepihak suatu negara tertentu, yang akan mengimplementasikan kebijakan perdagangan terbuka dan adil yang bermanfaat bagi semua negara; dan
  • meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber kekayaan dunia dan meningkatkan produk dan transaksi jual beli barang.

Ada pula yang menyatakan bahwa aturan-aturan perdagangan internasional juga pada analisis akhirnya akan menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri AS, Hull. Tesis ini tampaknya benar. Manakala dua atau lebih negara berhubungan dan bertransaksi dagang dan mereka memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut, otomatis keadaan dunia menjadi sedikit
banyak lebih baik. Artinya, situasi dan kondisi dunia akan semakin kondusif.

Sebenarnya tesis Hull tersebut sudah lama dikumandangkan oleh Immanuel Kant, yang selama ini dikenal juga sebagi bapak hukum internasional. Dalam tulisannya berjudul ‘On Eternal Peace,’ Kant menyatakan bahwa ‘spirit of trade could not co-exist with war.’


Yang juga cukup menarik adalah tesis Hull di atas juga telah cukup lama disadari di tanah air. Salah seorang kepala suku Bugis ternama, yaitu Amanna Gappa, juga menyadari bahwa tujuan (unifikasi) hukum dagang adalah untuk mencegah persaingan di antara suku bangsanya dan juga memajukan kerjasama di antara mereka guna kesejahteraan di antara mereka. Terjemahan saduran hasil penelitian terhadap suku terkenal Bugis ini yang terkenal dengan hukum pelayaran dan dagangnya tergambarkan sebagai berikut:

“One of these chiefs was Amanna Gappa (=father of Gappa) who headed his countrymen at Makassar. Most probably he was a very intelligent and energetic man and he may have been the first to realize the great importance of navigation and trade for his people as the only fields of endeavour in which they could earn a living. We may assume that this was the background of his taking initiative in inviting his colleagues from other parts of Indonesia in order to collect the different rules which were in force in their respective regions and to compile a uniform navigation and trade law. By doing so he tried to prevent heavy competition among his countrymen and to stimulate cooperation for their own welfare.”

Meskipun adanya tujuan bagus tersebut di atas, hukum perdagangan internasional masih memiliki cukup banyak kelemahan. Kelemahan tersebut tampaknya juga dapat ditemui dalam bidang – bidang hukum lainnya, yakni terdapatnya pengecualian-pengecualian atau klausul-klausul 'penyelamat' yang bersifat memperlonggar kewajiban-kewajiban hukum. Kelemahan spesifik tersebut yaitu:

  • hukum perdagangan internasional sebagian besar bersifat pragmatis dan permisif. Hal ini mengakibatkan aturan-aturan hukum perdagangan internasional kurang obyektif di dalam 'memaksakan' negara-negara untuk tunduk pada hukum. Dalam kenyataannya, negara-negara yang memiliki kekuatan politis dan ekonomi memanfaatkan perdagangan sebagai sarana kebijakan politisnya.
  • Aturan-aturan hukum perdagangan internasional bersifat mendamaikan dan persuasif (tidak memaksa). Kelemahan ini sekaligus juga kekuatan bagi perkembangan hukum perdagangan internasional yang menyebabkan atau memungkinkan perkembangan hukum ini di tengah krisis.
Sumber :
Huala Adolf SH LLM PhD

Hubungan antara Hukum Perdagangan Internasional dan Bidang Hukum lainnya


Satu catatan lain yang juga penting adalah hubungan antara hokum perdagangan internasional dan hukum lainnya yang terkait dengan perdagangan internasional. Di bagian awal tulisan ini tampak luasnya bidang cakupan hukum perdagangan internasional ini. Luasnya bidang cakupan membuat cakupan yang dikajinya sulit untuk tidak tumpang tindih dengan bidang-bidang lainnya. Misalnya dengan hukum ekonomi internasional, hukum transaksi bisnis internasional, hukum komersial internasional, dll.

Catatan di atas menunjukkan kedudukan penulis yang mengakui adanya keterkaitan antara hukum perdagangan internasional dengan hokum internasional. Di sisi lain, penulis berpendirian bahwa hukum ekonomi internasional adalah juga bagian atau cabang dari hukum internasional.

Masalahnya adalah di mana letak atau garis batas di antara hukum perdagangan dengan bidang-bidang hukum lain disebut di atas, khususnya hukum ekonomi internasional. Ada bidang-bidang yang sama-sama tunduk pada dua bidang hukum ini. Misalnya saja, pembahasan mengenai subyek-subyek dan sumber-sumber dari kedua bidang hukum sedikit banyak hampir sama.

Sementara ini pendekatan yang ditempuh untuk membedakan kedua bidang hukum ini adalah melihat subyek hukum yang tunduk kepada kedua bidang hukum tersebut. Hukum ekonomi internasonal lebih banyak mengatur subyek hukum yang bersifat publik (policy), seperti misalnya hubungan-hubungan di bidang ekonomi yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional. Sedangkan hukum perdagangan internasional lebih menekankan kepada hubungan - hubungan hukum yang dilakukan oleh badan-badan hukum privat.

Dalam kenyataannya pendirian tersebut tidak begitu valid. Hukum ekonomi internasional dalam kenyataannya juga mengatur kegiatan-kegiatan atau transaksi-transaksi badan hukum privat atau yang terkait dengan kepentingan privat, misalnya mengenai perlindungan dan nasionalisasi atau ekspropriasi perusahaan asing. Selain itu, meskipun hukum ekonomi internasional mengatur subyek-subyek hukum publik atau negara, namun aturan-aturan tersebut bagaimana pun juga akan berdampak pada individu atau subyek-subyek hukum lainnya di dalam wilayah suatu negara.

Sumber :

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL


Hukum perdagangan internasional adalah bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenis. Dari bentuk yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau transaksi dagang yang kompleks.

Kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini sedikit banyak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi). Sehingga, transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-transaksi
yang disebut dengan e-commerce.

Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subyek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional. Yang menjadi fakta adalah bahwa perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera dan kuat. Hal ini sudah banyak terbukti dalam sejarah perkembangan dunia.

Besar dan jayanya negara-negara di dunia tidak terlepas dari keberhasilan dan aktivitas negara-negara tersebut di dalam perdagangan internasional. Sebagai satu contoh, kejayaan Cina masa lalu tidak terlepas dari kebijakan dagang yang terkenal dengan nama ‘Silk Route’ atau jalan suteranya. Silk Route tidak lain adalah rute-rute perjalanan yang ditempuh oleh saudagar saudagar Cina untuk berdagang dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Setelah kejayaan Cina, menyusul negara-negara lain seperti Spanyol dengan Spanish Conquistadors-nya, Inggris dengan The British Empire-nya (beserta perusahaan multinasionalnya yang pertama di dunia, yakni ‘the East-India Company’, Belanda dengan VOC-nya, dll). Kejayaan negara-negara ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintahnya untuk melakukan transaksi dagang internasional.

Kesadaran untuk melakukan transaksi dagang internasional ini juga telah cukup lama disadari oleh para pelaku pedagang di tanah air sejak. Adalah Amanna Gappa, seorang kepala suku Bugis yang sadar akan pentingnya dagang (dan pelayaran) bagi kesejahteraan sukunya. Keunggulan suku bugis dalam berlayar
dengan hanya menggunakan perahu-perahu bugis yang kecil telah mengarungi lautan luas hingga ke Malaya (sekarang menjadi wilayah Singapura dan Malaysia).

Yang menjadi esensi untuk bertransaksi dagang ini adalah dasar filosofinya. Telah dikemukakan bahwa berdagang ini adalah suatu “kebebasan fundamental” (fundamental freedom). Dengan kebebasan ini siapa saja harus memiliki kebebasan untuk berdagang. Kebebasan ini tidak boleh dibatasi oleh adanya perbedaan agama, suku, kepercayaan, politik, sistem hukum, dll.


Piagam Hak-hak dan Kewajiban Negara (Charter of Economic Rights and Duties of States) juga mengakui bahwa setiap Negara memiliki hak untuk melakukan perdagangan internasional. (“Every State has the right to engage in international trade”) (Pasal 4).

Sumber :