UMKM tentu bukan kata yang asing ditelinga kita. UMKM merupakan salah satu barometer perekonomian nasional. Pengusaha kecil, wiraswastawan, wirausahawan serta pedagang-pedagang kecil masuk dalam kelompok ini.
Dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2008, sektor UMKM mencapai angka Rp 2.609 trilun, di mana sebesar Rp 1.505 triliun di antaranya disumbangkan oleh unit-unit usaha mikro. Artinya Usaha Kecil dan Menengah hanya menyumbangkan sebesar Rp. Rp. 1.104 trilyun saja.
Sementara bila dibandingkan dengan usaha besar pada PDB tahun yang sama, sektor UMKM memiliki nilai 125% atau 55% dari seluruh PDB pada periode tersebut. Dapat dibayangkan, 55% Pendapatan perkapita atau pendapatan nasional Indonesia disumbangkan oleh UMKM. Sangat beralasan bila sektor ini kemudian menjadi primadona untuk menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Data terbaru dari Kamar Dagang & Industri Indonesia (Kadin), UMKM mampu menyumbangkan 53% dari Produk Domestik Buro (PDB) tahun 2009. Mengalahkan usaha besar dan asing yang ada di Indonesia.
Pemerintah seolah tak berkedip melihat dengan nyata bahwa sektor yang selama ini menjadi ‘anak kedua’ dari tulang punggung ekonomi Indonesia mampu betahan dan berkembang diterpa badai krisis. Hatta krisis ekonomi yang mendunia (meski belum menjadi malaise) yang meluluhkan pasar ekonomi negara adidaya.
Banyak pengamat dan praktisi yang meneliti serta menteorikan bahwa keberhasilan Usaha Kecil dan Mikro yang terus bertahan dan berkembang antara lain dikarenakan :
- Pengusaha dan pengelola yang bergerak di bidang ini sebagian besar tidak memiliki hutang perbankan.
- Sektor Usaha Kecil dan Menengah tak memiliki tanggungan hutang Luar Negeri
- UMKM dapat dipastikan tidak melakukan transaksi via Bills Payment yang menggunakan kontrak kerja dan Letter of Credits, kecuali sedikit.
- Tidak menggunakan Mata Uang Asing sebagai alat pembayaran, baik sebagai Bank Notes ataupun Payment, kecuali sedikit.
Efeknya, seburuk apapun kinerja Bank di Indonesia dan sebesar apapun kondisi keuangan yang melanda sektor perbankan, Usaha Kecil dan Menengah tak terkena imbasnya. Bahkan negara sekelas Amerika jatuh karena hantaman Loan Performing dan Motgage yang berimbas pada Perbankan dan Bursa Dunia, sektor ini juga tak terjebak dalam lingkup krisis tersebut. Keunggulan dan kekuatan daya hidup UMKM inilah yang kemudian mampu membuka mata dunia, khususnya Indonesia untuk menjadikannya sebagai Primadona baru dalam perekonomian nasional.
Berdasarkan data yang dilansir dari Departemen Koperasi dan UKM dapat diketahui bahwa jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada tahun 2008 sebesar 51,26 juta unit, atau meningkat 1,44 juta dibandingkan dengan tahun 2007 yang baru mencapai angka 49,82 juta unit
Dari angka tersebut, 99% adalah usaha mikro, yaitu usaha yang memiliki kekayaan bersih s.d Rp. 50 juta dan memiliki nilai penjualan s.d Rp. 300 juta/tahun. Artinya dari 51,26 juta unit UMKM, sebanyak 50,75 juta unit adalah usaha mikro. Data ini menunjukkan betapa sector informasi cukup mendominasi mata pencaharian penduduk Indonesia. Bila dirata-ratakan setiap unit usaha mikro (diluar usaha kecil dan menengah) dikelola oleh dua orang, maka jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada usaha ini mencapai angka 101,5 juta jiwa.
Tidak ada jalan lain untuk menumbuhkan ekonomi UMKM (baca Mikro) berikut pengelolanya, selain meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan informasi, jaring komunitas dan penyuluhan terpadu. Termasuk sosialisasi teknologi seperti internet, email dan sarana komunikasi lainnya
sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/02/08/umkm-primadona-ekonomi-indonesia/
No comments:
Post a Comment