AKUNTANSI INTERNASIONAL
Standar Akuntansi Keuangan Dan Perkembangannya di
Indonesia
Kelompok: INDONESIA
1. Fernando Saroinsong (22210747)
2.Irfan (23210595)
3.Kiki Herdiyawan (23210898)
4.Oktavianus Marco L (25210241)
5.Yopi Supriyanto (28210683)
4EB02
4EB02
PENDAHULUAN
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan
hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut
adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang
berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi
tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin,
di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang
sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik,
sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai
wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang
terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi
akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar
akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat
tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di
Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal
di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI
melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia
dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984.
Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan
kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984”
dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia
usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi
total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan
untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam
pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari
harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi
dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh
dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana
dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus
direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun
penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam
kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April
2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan
per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi
sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi.
Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang
baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan
kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia
Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada
tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI
telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga
1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode
kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar
Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998
di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK.
Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan
Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS)
dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan
PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan
oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan
luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam
merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Rumusan Masalah
Bagaimana perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Di
indonesia Melaui IFRS
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui sejauh mana standar akuntansi Keuangan yang
telah menerapkan IFRS
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah, perkembangan, dan
pengadopsian Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Berikut adalah perkembangan standar akuntansi Indonesia
mulai dari awal sampai dengan saat ini yang menuju konvergensi dengan IFRS
(Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2008).
di Indonesia selama dalam penjajahan Belanda, tidak ada
standar Akuntansi yang dipakai. Indonesia memakai standar (Sound Business
Practices) gaya Belanda.
sampai Thn. 1955 : Indonesia belum mempunyai undang – undang
resmi / peraturan tentang standar keuangan.
Tahun. 1974 : Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika
yang dibuat oleh IAI yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
Tahun. 1984 : Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan
menjadi standar Akuntansi.
Akhir Tahun 1984 : Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti
standar yang bersumber dari IASC (International Accounting Standart Committee)
Sejak Tahun. 1994 : IAI sudah committed mengikuti IASC /
IFRS.
Tahun 2008 : diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan
dapat diselesaikan.
Tahun. 2012 : Ikut IFRS sepenuhnya?
B. Pengadopsian Standar
Akuntansi Internasional di Indonesia
Saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam
proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting
Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB (International Accounting Standards
Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi
keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi internasional
(IFRS) tersebut.
Untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi
internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk
memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan
untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di
tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun
oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik
yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip
akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan
prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual.
C. Revisi terbaru PSAK yang mengacu
pada IFRS
Sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007
kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi dengan International
Accounting Standards (IAS) dan International financial reporting standards
(IFRS). 5 butir PSAK yang telah direvisi tersebut antara lain: PSAK No. 13, No.
16, No. 30 (ketiganya revisi tahun 2007, yang berlaku efektif sejak 1 Januari
2008), PSAK No. 50 dan No. 55 (keduanya revisi tahun 2006 yang berlaku efektif
sejak 1 Januari 2009).
PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang
menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994),
PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang
menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17
(1994) Akuntansi Penyusutan,
PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30
(1994) tentang Sewa Guna Usaha.
PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan :
Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek
Tertentu
PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan :
Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan
Aktivitas Lindung Nilai.
Kelima PSAK tersebut dalam revisi terakhirnya sebagian besar
sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit perbedaan terkait dengan
belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima PSAK
tersebut. Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara
berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang
pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor
PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan
Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998)
tentang Penyajian Laporan Keuangan;
PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan
pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset
Tetap;
PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994)
pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak
Berwujud.
PSAK yang sedang dalam proses revisi
Ikatan Akuntan Indonesia merencanakan untuk konvergensi
dengan IFRS mulai tahun 2012, untuk itu Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
sedang dalam proses merevisi 3 PSAK berikut (Sumber: Deloitte News Letter,
2007):
ü PSAK 22 : Accounting for Business Combination, which
is revised by reference to IFRS 3 : Business Combination;
ü PSAK 58 : Discontinued Operations, which is revised
by reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued
Operations;
ü PSAK 48 : Impairment of Assets, which is revised by
reference to IAS 36 : Impairment of Assets
Berikut adalah program pengembangan standar akuntansi
nasional oleh DSAK dalam rangka konvergensi dengan IFRS (Sumber: Ikatan Akuntan
Indonesia, 2008):
Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam
PSAK;
Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur
pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang
berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki
akuntabilitas publik. Namun IFRS tidak wajib diterapkan oleh
perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki akuntabilitas publik.
Pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik nasional didahulukan.
Efek penerapan International Accounting Standard (IAS)
terhadap Laporan Keuangan
Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk
menganalisa dan membuktikan efek penerapan IAS (IFRS) dalam laporan keuangan
perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain dilakukan oleh Barth, Landsman,
Lang (2005), yang melakukan pengujian untuk membuktikan pengaruh Standar
Akuntansi Internasional (SAI) terhadap kualitas akuntansi. Penelitian lain
dilakukan oleh Marjan Petreski (2005), menguji efek adopsi SAI terhadap
manajemen perusahaan dan laporan keuangan.
Hung & Subramanyan (2004) menguji efek adopsi SAI
terhadap laporan keuangan perusahaan di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan
bukti bahwa total aktiva, total kewajiban dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi
yang menerapkan IAS dibanding standar akuntansi Jerman, dan tidak ada perbedaan
yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih yang didasarkan atas Standar
Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi SAI juga berdampak
pada rasio keuangan, antaralain rasio ROE, RAO, ATO, rasio LEV dan PM, rasio
nilai buku terhadap nilai pasar ekuitas, rasio Earning to Price.
Pricewaterhouse Coopers (2005) menyatakan bahwa perubahan
standar akuntansi tersebut akan berdampak pada berbagai area antara lain:
Product viability, Capital Instruments, Derivatives dan hedging, Employee
benefits, fair valuations, capital allocation, leasing, segment reporting,
revenue recognition, impairment reviews, deferred taxation, cash flows,
disclosures, borrowing arrangements and banking covenants.
Peranan dan keuntungan harmonisasi atau adopsi IFRS sebagai
standar akuntansi domestik
Keuntungan harmonisasi menurut Lecturer Ph. Diaconu Paul
(2002) adalah: (1) Informasi keuangan yang dapat diperbandingkan, (2)
Harmonisasi dapat menghemat waktu dan uang, (3) Mempermudah transfer informasi
kepada karyawan serta mempermudah dalam melakukan training pada karyawan, (4)
Meningkatkan perkembangan pasar modal domestik menuju pasar modal
internasional, (5) Mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan operasional
yang berguna untuk menjalankan bisnis serta mempermudah dalam pengelolaan
hubungan baik dengan pelanggan, supplier, dan pihak lain.
Pricewaterhouse Coopers (2005) dalam publikasinya “Making
A change To IFRS” mengatakan: “Financial reporting that is not easily
understood by global users is unlikely to bring new business or capital to a
company. This is why so many are either voluntarily changing to IFRS, or being
required to by their governments. Communicating in one language to global
stakeholders enhances confidence in the business and improves finance-raising
capabilities. It also allows multinational groups to apply common accounting
across their subsidiaries, which can improve internal communications, and the
quality of management reporting and group decision-making. At the same time,
IFRS can ease acquisitions and divestments through greater certainty and
consistency of accounting interpretation. In increasingly competitive markets,
IFRS allows companies to benchmark themselves against their peers worldwide,
and allows investors and others to compare the company’s performance with
competitors globally. Those companies that do not make themselves comparable
(or can’t, because national laws stand in the way) will be at a disadvantage
and their ability to attract capital and create value going forward will be
undermined”
Dalam publikasi tersebut, Pricewaterhouse Coopers sebagai
perusahaan jasa professional atau kantor akuntan terbesar di dunia saat ini,
menyatakan bahwa laporan keuangan dituntut untuk dapat memberikan informasi
yang lebih dapat dipahami oleh pemakai global, dengan demikian dapat menarik
modal ke dalam perusahaan. Hal inilah yang mendorong atau menuntut perubahan
peraturan akuntansi domestik ke arah IFRS. Dengan mengadopsi IFRS berarti
laporan keuangan berbicara dengan bahasa akuntansi yang sama, hal ini akan
memudahkan perusahaan multinasional dalam berkomunikasi dengan cabang-cabang
perusahaannya yang berada dalam negara yang berbeda, meningkatkan kualitas
pelaporan manajemen dan pengambilan keputusan. Dengan mengadopsi IFRS juga
berarti meningkatkan kepastian dan konsistensi dalam interpretasi akuntansi,
sehingga memudahkan proses akuisisi dan divestasi. Dengan mengadopsi IFRS
kinerja perusahaan dapat diperbandingkan dengan pesaing lainnya secara global,
apalagi dengan semakin meningkatnya persaingan global saat ini. Akan menjadi
suatu kelemahan bagi suatu perusahaan jika tidak dapat diperbandingkan secara
global, yang berarti kurang mampu dalam menarik modal dan menghasilkan keuntungan
di masa depan.
Perlunya Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional di
Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi internasional
untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau
sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan
perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.
Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi, dan selanjutnya
akan dilakukan full adoption atas standar internasional tersebut. Adopsi
standar akuntansi internasional tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal
ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi
bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika ada perusahaan dari
luar negeri ingin menjual saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi
dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam menyusun
laporan.
Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS
apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana
saja yang harus diadopsi, sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK
(pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS
nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit.
Kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan
harmonisasi, kerugian kita berkaitan dengan kegiatan pasar modal baik modal
yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek
di Negara lain. Perusahaan asing yang ingin listing di BEI akan kesulitan untuk
menerjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standart nasional kita, sedangkan
perusahaan Indonesia yang akan listing di Negara lain, juga cukup kesulitan
untuk menerjemahkan atau membandingkan laporan keuangan sesuai standart di
negara tersebut. Hal ini jelas akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran
modal akan berkurang dan tidak mengglobal.
Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia.
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir
seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya
transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas
merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut.
Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana
cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang
sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik,
sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai
wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang
terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi
akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar
akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya,
terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di
Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal
di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI
melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia
dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984.
Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan
kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984”
dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia
usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi
total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan
untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam
pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari
harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi
dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh
dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana
dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus
direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun
penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam
kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April
2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan
per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi
sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi.
Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang
baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan
kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia
Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada
tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI
telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga
1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode
kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar
Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998
di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK.
Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan
Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS)
dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan
PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan
oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan
luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam
merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Ada juga pendapat yang lain mengtakan bahwa perkembangan
standar akuntansi keuangan di Indonesia yang terbaru mengadopsi IFRS ke PSAK,
kronologis kejadian dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite
Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi,
yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
(Terjadi pada periode 1973-1984)
Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan
kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang
akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas
prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan
standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut.
Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang
sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB. (Terjadi pada periode
1984-1994)
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini
ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar
Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai
dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun
1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi
baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US
GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai
tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara
berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru.
Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1
Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan
versi 1 Juli 2009. Pada tahun 2006 dalam kongres IAI (Cek Lagi nanti) X di
Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun
2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun
2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008
jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.
(terjadi pada periode 2006-2008)
Sumber: Google.com, wikipedia,ikhwamuji.wordpress.com
terimakasih atas informasinya.salam st3telkom
ReplyDelete